Berikut adalah beberapa cara yang dapat dijadikan pedoman untuk mencetak anak jenius :1. Jauhi Anak dari Kebiasaan Nonton TVTiga
puluh persen anak-anak di bawah usia 2 memiliki televisi di kamar
tidurnya. Dan 59 persen anak-anak berusia di bawah 2 tahun menonton TV
dua jam sehari.
The American Academy of Pediatrics
baru-baru ini mengeluarkan peringatan yang mendesak orangtua agar tidak
membiarkan bayi dan balita menonton TV. Manfaat menonton TV bagi bayi
tidak diketahui, namun TV diketahui merusak keterampilan mental dan
menyia-nyiakan waktu untuk perkembangan otak yang seharusnya dihabiskan
dengan cara berbicara dengan orang lain.
"Bahasa penting untuk
pembelajaran anak-anak, dan bahasa yang didapatkan dari televisi tidak
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak. TV tidak akan menjawab
pertanyaan atau mengikuti keinginan anak-anak, yang mana hal inilah yang
membuat anak pintar," kata Roberta Golinkoff, pakar bahasa bayi dan
rekan penulis buku '
Einstein Never Used Flashcards: How Our Children Really Learn and Why They Need to Play More and Memorize Less'.
2. Beri anak Air Susu Ibu (ASI) Anak
berusia enam tahun yang diberi ASI terus menerus ketika bayi, skor tes
IQ-nya 5 persen lebih tinggi daripada anak 6 tahun yang tidak mendapat
ASI.
Kesimpulan ini didasarkan pada penelitian yang diikuti oleh
dua kelompok ibu di Belarusia baru dan anak-anaknya. Salah satu kelompok
ibu-ibu memberi ASI eksklusif pada bayinya, artinya tidak memberi bayi
makanan lain kecuali ASI sampai satu tahun. Sedangkan kelompok lain
tidak hanya memberi ASI saja dan jangka waktu pemberian ASI lebih
pendek.
Hasilnya, anak-anak dalam kelompok pertama mencetak skor lebih tinggi dalam bidang membaca, menulis dan matematika.
"Hal
pertama yang dapat dilakukan seorang Ibu untuk membesarkan anak cerdas
adalah dengan cara menyusui. Manusia memiliki persentase lemak lebih
besar dibandingkan dengan susu sapi yang dibutuhkan untuk melindungi
sel-sel otak," kata ahli genetika Ricki Lewis, penulis buku '
The Forever Fix: Gene Therapy and the Boy Who Saved It'.
3. Belajar musik Anak-anak
yang memainkan piano atau alat musik gesek mendapat skor keterampilan
verbal 15 persen lebih tinggi daripada anak yang tidak memainkan alat
musik.
Penelitian yang menghasilkan pernyataan ini melibatkan
siswa dari area musik Boston dan sekolah umum. Usia rata-rata siswa
adalah 10 tahun dan beberapa di antaranya pernah belajar musik
setidaknya selama tiga tahun. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan
hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan banyaknya
korelasi antara musik, keterampilan bahasa dan skor IQ.
Pertanyaan
adalah apakah anak-anak yang pintar pandai bermain musik, atau apakah
musik yang membuat anak menjadi pintar? "Gagasan bahwa gen mengendalikan
nasib disebut determinisme genetik. Kami menentang ide ini sepanjang
waktu," kata Lewis.
4. Belajar Mengendalikan diri atau sabar Anak-anak
yang mampu menunda kepuasan 15 kali lebih lama daripada teman-temannya
dan lebih sabar mendapat skor 210 poin lebih tinggi pada SAT (
Scholastic Assessment Test).
Tes
Penalaran SAT adalah tes standar untuk penerimaan perguruan tinggi di
Amerika Serikat. Dalam suatu penelitian, anak-anak diberitahu bahwa
mereka bisa makan dua kue jika mereka mau menunda makan kue yang
pertama. Mereka yang bisa menunggu 15 menit sebelum makan kue pertama
mencetak 210 poin lebih tinggi pada tes SAT nya daripada yang tidak bisa
menunggu lebih dari satu menit.
"Pengendalian dorongan adalah
faktor penting dalam fungsi eksekutif. Ilmuwan sekarang tahu bahwa
menjadi jenius tidak banyak berkaitan dengan IQ, tapi berkaitan dengan
fungsi eksekutif. Kemampuan untuk beralih tugas, mengingat, dan
menghambat dorongan jauh lebih berkaitan dengan kesuksesan daripada IQ,"
tegas Golinkoff.
5. Penuhi rumah dengan bukuAnak
yang dibesarkan di sebuah rumah berisi setidaknya 500 buku memiliki
kemungkinan lulus SMA 36 persen lebih tinggi dan 19 persen lebih mungkin
lulus dari perguruan tinggi daripada anak yang dibesarkan di rumah yang
hanya berisi beberapa atau bahkan tidak menyimpan buku.
Penelitian
ini dipublikasikan pada 2007, ketika buku masih menjadi benda yang
nyata, bukan berbentuk file seperti sekarang. Kesimpulan ini menunjukkan
bahwa kesenjangan melebar secara berlipat pada orangtua anak-anak yang
buta huruf.
"Keberhasilan di sekolah bergantung tidak hanya pada
kecerdasan bawaan, tapi juga membutuhkan etika yang baik. Anak-anak
belajar lebih banyak dari apa yang kita lakukan daripada apa yang kita
katakan. Orangtua yang suka membaca menunjukkan kepada anak-anaknya
bahwa membaca adalah kegiatan yang menarik, menyenangkan, dan
bermanfaat," kata psikolog Eileen Kennedy-Moore, penulis '
Smart Parenting for Smart Kids'.
6. Hindari kegemukan pada anakAnak gemuk mendapat skor 11 persen lebih rendah pada tes membaca daripada anak dengan berat badan normal.
Ilmuwan
di Temple University yang menyimpulkan pernyataan tersebut juga
menemukan bahwa siswa sekolah menengah yang mengalami kelebihan berat
badan memiliki prestasi lebih rendah daripada teman-teman sebayanya yang
memiliki berat badan normal, serta lebih seriang tidak masuk dan
terlambat datang sekolah. Penelitian ini menghubungkan massa tubuh yang
lebih besar dengan prestasi sekolah yang lebih rendah.
"Memiliki
kebiasaan hanya duduk dan menonton TV atau bermain game sangat merugikan
untuk anak-anak. Mereka tidak berinteraksi dan banyak hal yang membuat
kita pintar adalah hal yang hanya dipelajari dalam hubungan interaksi
sosial," kata Golinkoff.
7. Latihan aerobik meningkatkan kemampuan eksekutif anak-anak sebanyak 100 persen."Hasil
terbaik diperoleh jika melakukan latihan dengan anak-anak. Mendorong
gaya hidup aktif adalah salah satu hadiah terbaik yang dapat diberikan
orang tua kepada anak-anak," kata ahli biologi molekuler, John Medina
dalam bukunya yang berjudul '
Brain Rules for Baby'.
8. Ikut program prasekolahAnak yang mengikuti program prasekolah 52 persen lebih mungkin lulus SMA daripada yang tidak mengikuti program prasekolah.
Penelitian
yang menghasilkan pernyataan ini diikuti dua kelompok anak-anak yang
kurang beruntung dari Michigan dari balita hingga berusia 40 tahun. Satu
kelompok mengikuti program prasekolah 'berkualitas tinggi' untuk anak
usia 3 dan 4 tyahun, sedangkan kelompok lainnya tidak pernah mengikuti
program prasekolah.
Pada usia 27 tahun, kelompok prasekolah lima
kali lebih banyak yang memiliki rumah sendiri daripada kelompok
non-prasekolah. Pada usia 40, kelompok non-prasekolah ditangkap atas
tuduhan narkoba delapan kali lebih banyak dibandingkan alumni
prasekolah, dan dua kali lebih sering melakukan serangan fisik.
9. Usia Ayah jangan terlalu tua saat memiliki anak Anak-anak
yang dilahirkan ketika ayah berumur 20 tahun mendapat skor tes IQ 3
sampai 6 poin lebih tinggi daripada anak yang lahir dari ayah yang
berusia dua kali lipat.
Bertambahtuanya usia ayah berhubungan
dengan peningkatan risiko gangguan perkembangan saraf seperti autisme
dan skizofrenia, serta disleksia dan berkurangnya kecerdasan. Keturunan
dari ayah yang lebih tua mengalami kerusakan yang halus pada tes
kemampuan neurokognitif.
"Kecenderungan modern untuk menunda
memiliki anak mungkin berdampak memprihatinkan," kata para peneliti
seperti dikutip dari jurnal PLoS Medicine dalam artikel yang berjudul
'Advanced Paternal Age Is Associated With Impaired Neurocognitive
Outcomes During Infancy and Childhood' oleh S. Saha, dkk.
10. Belajar juggling atau permainan ketangkasan seperti melempar 3 bola bergantianBelajar juggling dapat meningkatkan volume materi abu-abu di otak anak-anak sebanyak 3 persen.
"Struktur
otak sangat ditentukan oleh gen, tetapi tidak sepenuhnya. Belajar
keterampilan seperti juggling yang mendorong kemampuan persepsi dan
motorik dapat meningkatkan 3 persen volume materi abu-abu di daerah
visual," kata peneliti Jeremy Gray dan Paul Thompson dari Universitas
Yale dalam jurnal
Nature Reviews Neuroscience.Volume materi abu-abu di otak berhubungan dengan kemampuan mental secara umum.
11. Perbanyak anak mendengar kosakata baruAnak-anak
dalam keluarga penerima bantuan sosial mendengar kata-kata hampir empat
kali lebih sedikit per tahunnya daripada anak-anak dari keluarga kelas
profesional.
Para peneliti mengungkapkan bahwa semakin banyak
kata-kata yang didengar, semakin besar kosakata dan semakin tinggi
prestasi akademik. Peneliti juga mengungkapkan bahwa anak-anak dalam
keluarga penerima bantuan sosial mendengar sekitar 3 juta kata per
tahun, sementara anak-anak dalam keluarga kelas pekerja mendengar 6 juta
kata dan anak-anak di keluarga kelas profesional mendengar 11 juta kata
per tahun.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Todd R. Risley and Betty Hart dalam bukunya '
Meaningful Differences in the Everyday Experience of Young American Children',
anak-anak penerima dana bantuan sosial hanya mengetahui 500 kata pada
usia 3 tahun, dibandingkan dengan 750 kata dan 1.100 kata pada kelompok
lain.
12. Belajar bahasa asing Anak-anak
yang mempelajari bahasa asing selama dua tahun mendapat skor SAT 14
persen lebih tinggi daripada anak-anak yang tidak pernah mempelajari
bahasa asing.
Belajar bahasa asing selama satu tahun berkaitan
dengan skor SAT yang sedikit lebih tinggi, tetapi belajar bahasa asing
selama dua tahun menghasilkan kenaikan skor SAT sebanyak 14 dan 13
persen pada bagian tes verbal dan matematika dibandingkan siswa yang
belum pernah mempelajari bahasa asing. Setiap penambahan satu tahun
belajar bahasa asing menghasilkan kenaikan skor lebih banyak.
"Nilai
verbal siswa yang mempelajari bahasa asing selama empat atau lima tahun
lebih tinggi daripada skor verbal siswa yang mempelajari pelajaran lain
selama empat atau lima tahun," tulis para Thomas C. Cooper pada
artikelnya yang berjudul '
Foreign-Language Study and SAT-Verbal Scores' dalam
Modern Language Journal.
13. Batasi permainan game komputer atau video gameSiswa
yang menghabiskan lebih dari dua jam sehari bermain komputer dan video
game mendapat skor ujian sekolah 9,4 persen lebih rendah daripada siswa
yang tidak lagi memainkan game semacam itu.
Efek elektronik
permainan terhadap prestasi memicu perdebatan akademis yang intens.
Sebuah kajian yang dilakukan pada siswa di Inggris membandingkan hasil
tes para gamer dengan bukan gamer.
"Tidak ada satu korelasi
positif signifikan yang ditemukan antara frekuensi game dan kinerja
akademik. Bermain videogame berlebihan dapat mengganggu sekolah seperti
halnya kegiatan lain yang dilakukan berlebihan semisal membaca untuk
kesenangan, bermain di luar, tidur, atau berinteraksi langsung dengan
teman dan keluarga," tulis peneliti Barry Ip, dkk lewat artikel berjudul
'
Gaming Frequency and Academic Performance' yang dimuat dalam
Australasian Journal of Educational Technology.
14. Hindari paparan pestisida saat hamil Anak-anak
dari ibu yang terkena pestisida saat hamil memiliki nilai IQ 1,4 persen
lebih rendah daripada anak-anak yang ibunya tidak terkena pestisida.
Ilmuwan
dari Universitas Columbia mempelajari anak berusia 7 tahun dan ibunya.
Para imuwan menemukan hubungan langsung antara paparan pestisida
pertanian sebelum kelehiran dengan IQ yang rendah.
Dampak negatif
dari paparan pestisida bahkan lebih besar pada kerja ingatan, salah
satu elemen dari keterampilan penting yang disebut 'fungsi eksekutif'.
Paparan kimia berupa komponen tak terlihat di udara yang dihirup dapat
menurunkan kecerdasan anak.