22 Oktober 2012
5 Oktober 2012
Bpk Menteri Pendidikan Dari Masa Ke Masa
Daftar Menteri Pendidikan
No
|
Nama
|
Periode
|
1
|
Ki Hadjar Dewantara
|
Menteri Pengajaran Kabinet Presidentil
|
Periode : 19 Agustus – 14 November 1945
|
||
2
|
Dr.Mr.T.S.G. Mulia
|
Menteri Muda Pengajaran Kabinet Syahrir I
|
Periode : 14 November 1945 – 12 Maret 1946
|
||
Menteri Muda Pengajaran Kabinet Syahrir II
|
||
Periode : 12 Maret – 2 Oktober 1946
|
||
3
|
Mohammad Sjafei
|
Menteri Pengajaran Kabinet Syahrir II
|
Periode : 12 Maret – 2 Oktober 1946
|
||
4
|
Mr. Suwandi
|
Menteri Pengajaran Kabinet Syahrir III
|
Periode : 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947
|
||
5
|
Ir.R. Gunarso
|
Menteri Muda Pengajaran Kabinet Syahrir III
|
Periode : 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947
|
||
6
|
Mr. Ali Sastroamidjojo
|
Menteri Pengajaran Kabinet Amir Syarifuddin I
|
Periode : 3 Juni – 11 November 1947
|
||
Menteri Pengajaran Kabinet Amir Syarifuddin II
|
||
Periode : 11 November 1947 – 29 Januari 1948
|
||
Menteri PP dan K Kabinet hatta I
|
||
Periode : 29 Januari – 4 Agustus 1949
|
||
7
|
Mr. Teuku Moh. Hasan
|
Menteri PP dan K Kabinet Darurat
|
Periode : 19 Desember 1948 – 13 Juli 1949
|
||
8
|
S. Mangunsarkoro
|
Menteri PP dan K Kabinet Hatta II
|
Periode : 4 Agustus – 20 Desember 1949
|
||
Menteri PP dan K Kabinet Peralihan
|
||
Periode : 20 Desember 1949 – 21 Januari 1950
|
||
Menteri PP dan K Kabinet RI Yogyakarta
|
||
Periode : 21 Januari – 6 September 1950
|
||
9
|
Letjen TNI Dr. Teuku Syarif Thayeb
|
Menteri PTIP Kabinet Dwikora
|
Periode : 27 Agustus 1964 – 21 Febuari 1966
|
||
Menteri P dan K Kabinet Pembangunan II
|
||
Periode : 27 Januari 1974 – 31 Maret 1978
|
||
10
|
Dr. Daud Joesoef
|
Menteri P dan K Kabinet Pembangunan III
|
Periode : 31 Maret 1978 – 19 Maret 1983
|
||
11
|
Prof. Dr. Nugroho Notosusanto
|
Menteri P dan K Kabinet Pembangunan IV
|
Periode : 19 Maret 1983 – 1985
|
||
12
|
Prof. Dr. Faud Hassan
|
Menteri P dan K Kabinet Pembangunan IV
|
Periode : 30 Juli 1985 – 21 Maret 1988
|
||
Menteri P dan K Kabinet Pembangunan V
|
||
Periode : 21 Maret 1988 – 17 Maret 1983
|
||
13
|
Prof. Dr. –Ing. Wardiman Djojonegoro
|
Menteri P dan K Kabinet Pembangunan VI
|
Periode : 17 Maret 1993 – 17 Maret 1998
|
||
14
|
Prof. Dr. Wiranto Aris Munandar
|
Menteri P dan K Kabinet Pembangunan VII
|
Periode : 17 Maret – 21 Mei 1998
|
||
15
|
Prof. Dr. Juono Soedarsono
|
Menteri P dan K Kabinet Reformasi
|
Periode : 21 Mei 1998 – 1 November 1999
|
||
16
|
Dr. Yahya Muhaimin
|
Menteri Pendidikan Nasional Kabinet Persatuan Nasional
|
Periode : 1 November 1999 - 2001
|
||
17
|
Prof. Drs. A. Malik Fadjar, M. Sc.
|
Menteri Pendidikan Nasional Kabinet Gotong Royong
|
Periode : 2001 – 21 Oktober 2004
|
||
18
|
Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA.
|
Menteri Pendidikan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu I
|
Periode : 23 Oktober 2004 – 20 Oktober 2009
|
||
19
|
Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, DEA
|
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Indonesia Bersatu II
|
Periode : 20 Oktober 2009 - Sekarang
|
||
Cara Mencetak Anak Jenius
Berikut adalah beberapa cara yang dapat dijadikan pedoman untuk mencetak anak jenius :
1. Jauhi Anak dari Kebiasaan Nonton TV
Tiga puluh persen anak-anak di bawah usia 2 memiliki televisi di kamar tidurnya. Dan 59 persen anak-anak berusia di bawah 2 tahun menonton TV dua jam sehari.
The American Academy of Pediatrics baru-baru ini mengeluarkan peringatan yang mendesak orangtua agar tidak membiarkan bayi dan balita menonton TV. Manfaat menonton TV bagi bayi tidak diketahui, namun TV diketahui merusak keterampilan mental dan menyia-nyiakan waktu untuk perkembangan otak yang seharusnya dihabiskan dengan cara berbicara dengan orang lain.
"Bahasa penting untuk pembelajaran anak-anak, dan bahasa yang didapatkan dari televisi tidak disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak. TV tidak akan menjawab pertanyaan atau mengikuti keinginan anak-anak, yang mana hal inilah yang membuat anak pintar," kata Roberta Golinkoff, pakar bahasa bayi dan rekan penulis buku 'Einstein Never Used Flashcards: How Our Children Really Learn and Why They Need to Play More and Memorize Less'.
2. Beri anak Air Susu Ibu (ASI)
Anak berusia enam tahun yang diberi ASI terus menerus ketika bayi, skor tes IQ-nya 5 persen lebih tinggi daripada anak 6 tahun yang tidak mendapat ASI.
Kesimpulan ini didasarkan pada penelitian yang diikuti oleh dua kelompok ibu di Belarusia baru dan anak-anaknya. Salah satu kelompok ibu-ibu memberi ASI eksklusif pada bayinya, artinya tidak memberi bayi makanan lain kecuali ASI sampai satu tahun. Sedangkan kelompok lain tidak hanya memberi ASI saja dan jangka waktu pemberian ASI lebih pendek.
Hasilnya, anak-anak dalam kelompok pertama mencetak skor lebih tinggi dalam bidang membaca, menulis dan matematika.
"Hal pertama yang dapat dilakukan seorang Ibu untuk membesarkan anak cerdas adalah dengan cara menyusui. Manusia memiliki persentase lemak lebih besar dibandingkan dengan susu sapi yang dibutuhkan untuk melindungi sel-sel otak," kata ahli genetika Ricki Lewis, penulis buku 'The Forever Fix: Gene Therapy and the Boy Who Saved It'.
3. Belajar musik
Anak-anak yang memainkan piano atau alat musik gesek mendapat skor keterampilan verbal 15 persen lebih tinggi daripada anak yang tidak memainkan alat musik.
Penelitian yang menghasilkan pernyataan ini melibatkan siswa dari area musik Boston dan sekolah umum. Usia rata-rata siswa adalah 10 tahun dan beberapa di antaranya pernah belajar musik setidaknya selama tiga tahun. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan banyaknya korelasi antara musik, keterampilan bahasa dan skor IQ.
Pertanyaan adalah apakah anak-anak yang pintar pandai bermain musik, atau apakah musik yang membuat anak menjadi pintar? "Gagasan bahwa gen mengendalikan nasib disebut determinisme genetik. Kami menentang ide ini sepanjang waktu," kata Lewis.
4. Belajar Mengendalikan diri atau sabar
Anak-anak yang mampu menunda kepuasan 15 kali lebih lama daripada teman-temannya dan lebih sabar mendapat skor 210 poin lebih tinggi pada SAT (Scholastic Assessment Test).
Tes Penalaran SAT adalah tes standar untuk penerimaan perguruan tinggi di Amerika Serikat. Dalam suatu penelitian, anak-anak diberitahu bahwa mereka bisa makan dua kue jika mereka mau menunda makan kue yang pertama. Mereka yang bisa menunggu 15 menit sebelum makan kue pertama mencetak 210 poin lebih tinggi pada tes SAT nya daripada yang tidak bisa menunggu lebih dari satu menit.
"Pengendalian dorongan adalah faktor penting dalam fungsi eksekutif. Ilmuwan sekarang tahu bahwa menjadi jenius tidak banyak berkaitan dengan IQ, tapi berkaitan dengan fungsi eksekutif. Kemampuan untuk beralih tugas, mengingat, dan menghambat dorongan jauh lebih berkaitan dengan kesuksesan daripada IQ," tegas Golinkoff.
5. Penuhi rumah dengan buku
Anak yang dibesarkan di sebuah rumah berisi setidaknya 500 buku memiliki kemungkinan lulus SMA 36 persen lebih tinggi dan 19 persen lebih mungkin lulus dari perguruan tinggi daripada anak yang dibesarkan di rumah yang hanya berisi beberapa atau bahkan tidak menyimpan buku.
Penelitian ini dipublikasikan pada 2007, ketika buku masih menjadi benda yang nyata, bukan berbentuk file seperti sekarang. Kesimpulan ini menunjukkan bahwa kesenjangan melebar secara berlipat pada orangtua anak-anak yang buta huruf.
"Keberhasilan di sekolah bergantung tidak hanya pada kecerdasan bawaan, tapi juga membutuhkan etika yang baik. Anak-anak belajar lebih banyak dari apa yang kita lakukan daripada apa yang kita katakan. Orangtua yang suka membaca menunjukkan kepada anak-anaknya bahwa membaca adalah kegiatan yang menarik, menyenangkan, dan bermanfaat," kata psikolog Eileen Kennedy-Moore, penulis 'Smart Parenting for Smart Kids'.
6. Hindari kegemukan pada anak
Anak gemuk mendapat skor 11 persen lebih rendah pada tes membaca daripada anak dengan berat badan normal.
Ilmuwan di Temple University yang menyimpulkan pernyataan tersebut juga menemukan bahwa siswa sekolah menengah yang mengalami kelebihan berat badan memiliki prestasi lebih rendah daripada teman-teman sebayanya yang memiliki berat badan normal, serta lebih seriang tidak masuk dan terlambat datang sekolah. Penelitian ini menghubungkan massa tubuh yang lebih besar dengan prestasi sekolah yang lebih rendah.
"Memiliki kebiasaan hanya duduk dan menonton TV atau bermain game sangat merugikan untuk anak-anak. Mereka tidak berinteraksi dan banyak hal yang membuat kita pintar adalah hal yang hanya dipelajari dalam hubungan interaksi sosial," kata Golinkoff.
7. Latihan aerobik meningkatkan kemampuan eksekutif anak-anak sebanyak 100 persen.
"Hasil terbaik diperoleh jika melakukan latihan dengan anak-anak. Mendorong gaya hidup aktif adalah salah satu hadiah terbaik yang dapat diberikan orang tua kepada anak-anak," kata ahli biologi molekuler, John Medina dalam bukunya yang berjudul 'Brain Rules for Baby'.
8. Ikut program prasekolah
Anak yang mengikuti program prasekolah 52 persen lebih mungkin lulus SMA daripada yang tidak mengikuti program prasekolah.
Penelitian yang menghasilkan pernyataan ini diikuti dua kelompok anak-anak yang kurang beruntung dari Michigan dari balita hingga berusia 40 tahun. Satu kelompok mengikuti program prasekolah 'berkualitas tinggi' untuk anak usia 3 dan 4 tyahun, sedangkan kelompok lainnya tidak pernah mengikuti program prasekolah.
Pada usia 27 tahun, kelompok prasekolah lima kali lebih banyak yang memiliki rumah sendiri daripada kelompok non-prasekolah. Pada usia 40, kelompok non-prasekolah ditangkap atas tuduhan narkoba delapan kali lebih banyak dibandingkan alumni prasekolah, dan dua kali lebih sering melakukan serangan fisik.
9. Usia Ayah jangan terlalu tua saat memiliki anak
Anak-anak yang dilahirkan ketika ayah berumur 20 tahun mendapat skor tes IQ 3 sampai 6 poin lebih tinggi daripada anak yang lahir dari ayah yang berusia dua kali lipat.
Bertambahtuanya usia ayah berhubungan dengan peningkatan risiko gangguan perkembangan saraf seperti autisme dan skizofrenia, serta disleksia dan berkurangnya kecerdasan. Keturunan dari ayah yang lebih tua mengalami kerusakan yang halus pada tes kemampuan neurokognitif.
"Kecenderungan modern untuk menunda memiliki anak mungkin berdampak memprihatinkan," kata para peneliti seperti dikutip dari jurnal PLoS Medicine dalam artikel yang berjudul 'Advanced Paternal Age Is Associated With Impaired Neurocognitive Outcomes During Infancy and Childhood' oleh S. Saha, dkk.
10. Belajar juggling atau permainan ketangkasan seperti melempar 3 bola bergantian
Belajar juggling dapat meningkatkan volume materi abu-abu di otak anak-anak sebanyak 3 persen.
"Struktur otak sangat ditentukan oleh gen, tetapi tidak sepenuhnya. Belajar keterampilan seperti juggling yang mendorong kemampuan persepsi dan motorik dapat meningkatkan 3 persen volume materi abu-abu di daerah visual," kata peneliti Jeremy Gray dan Paul Thompson dari Universitas Yale dalam jurnal Nature Reviews Neuroscience.
Volume materi abu-abu di otak berhubungan dengan kemampuan mental secara umum.
11. Perbanyak anak mendengar kosakata baru
Anak-anak dalam keluarga penerima bantuan sosial mendengar kata-kata hampir empat kali lebih sedikit per tahunnya daripada anak-anak dari keluarga kelas profesional.
Para peneliti mengungkapkan bahwa semakin banyak kata-kata yang didengar, semakin besar kosakata dan semakin tinggi prestasi akademik. Peneliti juga mengungkapkan bahwa anak-anak dalam keluarga penerima bantuan sosial mendengar sekitar 3 juta kata per tahun, sementara anak-anak dalam keluarga kelas pekerja mendengar 6 juta kata dan anak-anak di keluarga kelas profesional mendengar 11 juta kata per tahun.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Todd R. Risley and Betty Hart dalam bukunya 'Meaningful Differences in the Everyday Experience of Young American Children', anak-anak penerima dana bantuan sosial hanya mengetahui 500 kata pada usia 3 tahun, dibandingkan dengan 750 kata dan 1.100 kata pada kelompok lain.
12. Belajar bahasa asing
Anak-anak yang mempelajari bahasa asing selama dua tahun mendapat skor SAT 14 persen lebih tinggi daripada anak-anak yang tidak pernah mempelajari bahasa asing.
Belajar bahasa asing selama satu tahun berkaitan dengan skor SAT yang sedikit lebih tinggi, tetapi belajar bahasa asing selama dua tahun menghasilkan kenaikan skor SAT sebanyak 14 dan 13 persen pada bagian tes verbal dan matematika dibandingkan siswa yang belum pernah mempelajari bahasa asing. Setiap penambahan satu tahun belajar bahasa asing menghasilkan kenaikan skor lebih banyak.
"Nilai verbal siswa yang mempelajari bahasa asing selama empat atau lima tahun lebih tinggi daripada skor verbal siswa yang mempelajari pelajaran lain selama empat atau lima tahun," tulis para Thomas C. Cooper pada artikelnya yang berjudul 'Foreign-Language Study and SAT-Verbal Scores' dalam Modern Language Journal.
13. Batasi permainan game komputer atau video game
Siswa yang menghabiskan lebih dari dua jam sehari bermain komputer dan video game mendapat skor ujian sekolah 9,4 persen lebih rendah daripada siswa yang tidak lagi memainkan game semacam itu.
Efek elektronik permainan terhadap prestasi memicu perdebatan akademis yang intens. Sebuah kajian yang dilakukan pada siswa di Inggris membandingkan hasil tes para gamer dengan bukan gamer.
"Tidak ada satu korelasi positif signifikan yang ditemukan antara frekuensi game dan kinerja akademik. Bermain videogame berlebihan dapat mengganggu sekolah seperti halnya kegiatan lain yang dilakukan berlebihan semisal membaca untuk kesenangan, bermain di luar, tidur, atau berinteraksi langsung dengan teman dan keluarga," tulis peneliti Barry Ip, dkk lewat artikel berjudul 'Gaming Frequency and Academic Performance' yang dimuat dalam Australasian Journal of Educational Technology.
14. Hindari paparan pestisida saat hamil
Anak-anak dari ibu yang terkena pestisida saat hamil memiliki nilai IQ 1,4 persen lebih rendah daripada anak-anak yang ibunya tidak terkena pestisida.
Ilmuwan dari Universitas Columbia mempelajari anak berusia 7 tahun dan ibunya. Para imuwan menemukan hubungan langsung antara paparan pestisida pertanian sebelum kelehiran dengan IQ yang rendah.
Dampak negatif dari paparan pestisida bahkan lebih besar pada kerja ingatan, salah satu elemen dari keterampilan penting yang disebut 'fungsi eksekutif'. Paparan kimia berupa komponen tak terlihat di udara yang dihirup dapat menurunkan kecerdasan anak.
4 Oktober 2012
Kita Perlu Tahu Tentang Kemendikbud
Tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
( Kemendikbud )
SEJARAH
Awal Kemerdekaan (1945-1950)
Awal Kemerdekaan (1945-1950)
Pada prakemerdekaan pendidikan bukan untuk
mencerdaskan kaum pribumi, melainkan lebih pada kepentingan kolonial
penjajah. Pada bagian ini, semangat menggeloraan ke-Indonesia-an begitu
kental sebagai bagian dari membangun identitas diri sebagai bangsa
merdeka. Karena itu tidaklah berlebihan jika instruksi menteri saat itu
pun berkait dengan upaya memompa semangat perjuangan dengan mewajibkan
bagi sekolah untuk mengibarkan sang merah putih setiap hari di halaman
sekolah, menyanyikan lagu Indonesia Raya, hingga menghapuskan nyanyian
Jepang Kimigayo.
Organisasi kementerian yang saat itu masih bernama
Kementerian Pengajaran pun masih sangat sederhana. Tapi kesadaran untuk
menyiapkan kurikulum sudah dilakukan. Menteri Pengajaran yang pertama
dalam sejarah Republik Indonesia adalah Ki Hadjar Dewantara. Pada
Kabinet Syahrir I, Menteri Pengajaran dipercayakan kepada Mr. Mulia. Mr.
Mulia melakukan berbagai langkah seperti meneruskan kebijakan menteri
sebelumnya di bidang kurikulum berwawasan kebangsaan, memperbaiki sarana
dan prasarana pendidikan, serta menambah jumlah pengajar.
Pada Kabinet Syahrir II, Menteri Pengajaran
dijabat Muhammad Sjafei sampai tanggal 2 Oktober 1946. Selanjutnya
Menteri Pengajaran dipercayakan kepada Mr. Soewandi hingga 27 Juni 1947.
Pada era kepemimpinan Mr. Soewandi ini terbentuk Panitia Penyelidik
Pengajaran Republik Indonesia yang diketuai Ki Hadjar Dewantara. Panitia
ini bertujuan meletakkan dasar-dasar dan susunan pengajaran baru.
Era Demokrasi Liberal (1951-1959)
Dapat dikatakan pada masa ini stabilitas politik
menjadi sesuatu yang langka, demikian halnya dengan program yang bisa
dijadikan tonggak, tidak bisa dideskripsikan dengan baik. Selama masa
demokrasi liberal, sekitar sembilan tahun, telah terjadi tujuh kali
pergantian kabinet. Kabinet Natsir yang terbentuk tanggal 6 September
1950, menunjuk Dr. Bahder Johan sebagai Menteri Pengajaran Pendidikan
dan Kebudayaan (PP dan K). Mulai bulan April 1951 Kabinet Natsir
digantikan Kabinet Sukiman yang menunjuk Mr. Wongsonegoro sebagai
Menteri PP dan K. Selanjutnya Dr. Bahder Johan menjabat Menteri PP dan K
sekali lagi, kemudian digantikan Mr. Mohammad Yamin, RM. Soewandi, Ki
Sarino Mangunpranoto, dan Prof. Dr. Prijono.
Pada periode ini, kebijakan pendidikan merupakan
kelanjutan kebijakan menteri periode sebelumnya. Yang menonjol pada era
ini adalah lahirnya payung hukum legal formal di bidang pendidikan yaitu
UU Pokok Pendidikan Nomor 4 Tahun 1950.
Era Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mengakhiri era
demokrasi parlementer, digantikan era demokrasi terpimpin. Di era
demokrasi terpimpin banyak ujian yang menimpa bangsa Indonesia.
Konfrontasi dengan Belanda dalam masalah Irian Barat, sampai peristiwa
G30S/PKI menjadi ujian berat bagi bangsa Indonesia.
Dalam Kabinet Kerja I, 10 Juli 1959 – 18 Februari
1960, status kementerian diubah menjadi menteri muda. Kementerian yang
mengurusi pendidikan dibagi menjadi tiga menteri muda. Menteri Muda
Bidang Sosial Kulturil dipegang Dr. Prijono, Menteri Muda PP dan K
dipegang Sudibjo, dan Menteri Muda Urusan Pengerahan Tenaga Rakyat
dipegang Sujono.
Era Orde Baru (1966-1998)
Setelah Pemberontakan G30S/PKI berhasil
dipadamkan, terjadilah peralihan dari demokrasi terpimpin ke demokrasi
Pancasila. Era tersebut dikenal dengan nama Orde Baru yang dipimpin
Presiden Soeharto. Kebijakan di bidang pendidikan di era Orde Baru cukup
banyak dan beragam mengingat orde ini memegang kekuasaan cukup lama
yaitu 32 tahun. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain kewajiban
penataran P4 bagi peserta didik, normalisasi kehidupan kampus, bina
siswa melalui OSIS, ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan atau EYD,
kuliah kerja nyata (KKN) bagi mahasiswa, merintis sekolah pembangunan,
dan lain-lain. Pada era ini tepatnya tahun 1978 tahun ajaran baru
digeser ke bulan Juni. Pembangunan infrastruktur pendidikan juga
berkembang pesat pada era Orde Baru tersebut.
Menteri pendidikan dan kebudayaan di era Orde Baru
antara lain Dr. Daud Joesoef, Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, Prof. Dr.
Faud Hassan, Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro, dan Prof. Dr. Wiranto
Aris Munandar
Era Reformasi (1998-2011)
Setelah berjaya memenangkan enam kali Pemilu, Orde
Baru pada akhirnya sampai pada akhir perjalanannya. Pada tahun 1998
Indonesia diterpa krisis politik dan ekonomi. Demonstrasi besar-besaran
di tahun tersebut berhasil memaksa Presiden Soeharto meletakkan
jabatannya. Kabinet pertama di era reformasi adalah kabinet hasil Pemilu
1999 yang dipimpin Presiden Abdurrahman Wahid. Pada masa ini Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan diubah menjadi Departemen Pendidikan Nasional
dengan menunjuk Dr. Yahya Muhaimin sebagai Menteri Pendidikan Nasional.
Pada tahun 2001 MPR menurunkan Presiden Abdurrahman Wahid dalam sidang
istimewa MPR dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai presiden. Di
era pemerintahan Presiden Megawati, Mendiknas dijabat Prof. Drs. A.
Malik Fadjar, M.Sc.
Pemilihan Umum 2004 dan 2009 rakyat Indonesia
memilih presiden secara langsung. Pada dua pemilu tersebut Susilo
Bambang Yudhoyono berhasil terpilih menjadi presiden. Selama
kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Mendiknas dijabat Prof.
Dr. Bambang Sudibyo, MBA. Dan Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh. Pada tahun
2011 istilah departemen diganti menjadi kementerian dan pada tahun 2012
bidang pendidikan dan kebudayaan disatukan kembali menjadi Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Kebijakan pendidikan di era reformasi antara lain
perubahan IKIP menjadi universitas, reformasi undang-undang pendidikan
dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Ujian Nasional (UN),
sertifikasi guru dan dosen, Bantuan Operasional Sekolah (BOS),
pendidikan karakter, dan lain-lain.
Langganan:
Postingan (Atom)